proses perubahan kurikulum
MAKALAH
PENGEMBANGAN KURIKULUM
DI AJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS UJIAN AKHIR SEMESTER
(UAS)
PROSES PERUBAHAN KURIKULUM
Dosen Pengampu: Heri Cahyono, M.Pd.I
Disusun
oleh:
- 1. Ahadin Winarko Wibisono 1501010003
- 2. Irham Muamar 1501010060
- 3. Median Pratama 1501010078
- 4. Maya Rizki Safitri 1501010309
- 5. Ria fransiska 1501010103
PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) JURAI SIWO METRO
TP 2015/2016 M
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................................ 1
DAFTAR ISI.................................................................................................................... 2
KATA
PENGANTAR...................................................................................................... 3
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah............................................................................... 4
C. Tujuan Penulisan ................................................................................ 4
BAB
II PEMBAHASAN
a.
Makna Perubahan Kurikulum.............................................................. 5
b.
Perubahan Dan Perbaikan.................................................................. 5
c.
Bagaimana Terjadinya Perubahan....................................................... 6
d.
Perubahan Guru................................................................................... 7
e.
Mengubah Lembaga Atau Organisasi................................................. 9
f.
Kelambanan Perubahan Dalam Pendidikan........................................ 9
g.
Tingkat Perubahan............................................................................... 10
h.
Studi
Tentang Keberhasilan Prubahan Kurikulum.............................. 11
i.
Beberapa
Petunjuk Tentang Proses Perubahan Kurikulum................. 12
j.
Proses
Perbaikan Kurikulum............................................................... 12
k.
Langkah-Langkah
Dalam Pengembangan Kurikulum Di Sekolah...... 17
l.
Peserta
Dalam Pengembangan Kurikulum.......................................... 18
m. Partisipasi Guru................................................................................... 19
n.
Partisipasi
Murid................................................................................. 20
o.
Partipasipasi
Kepala Sekolah............................................................... 20
p.
Strategi
Kepemimpinan Dalam Dalam Perubahan Kurikulum............ 20
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................................... 21
DAFTAR
PUSTAKA
KATA PENGANTAR
![]() |
Puji syukur saya sampaikan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas Pengembangan Kurikulum yang berjudul ”PROSES
PERUBAHAN KURIKULUM’’. Shalawat
serta salam tetap tercurah pada nabi kita Nabi Muhammad Saw. yang telah membawa
kita dari jaman jahiliyah menuju jaman yang terang yaitu Islam.
Penulisan
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan, baik dari
segi isi, penulisan, maupun kata kata yang digunakan.
Akhirnya,
tiada gading yang tak retak. Meskipun dalam penyusunan makalah ini, penulis
telah mencurahkan seluruh kemampuan, namun penulis sngat menyadari bahwa hasil
penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, di karenakan keterbatasan
data, referensi, dan kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharap segala kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak
guna perbaikan di masa mendatang.
Metro, 13 Mei 2016
Penulis,
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan mempunyai peranan sangat
penting dalam keseluruhan aspek kehidupan manusia. Hal itu disebabkan
pendidikan berpengaruh langsung terhadap perkembangan manusia. Kalau
bidang-bidang lain seperti ekonomi, pertanian, arsitektur, dan sebagainya
berperan menciptakan sarana dan prasarana bagi kepentingan manusia, pendidikan
berkaitan langsung dengan pembentukan manusia. Oleh karena itu, Kurikulum
sebagai rancangan pendidikan menentukan proses pelaksanaan dan hasil
pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum dalam pendidikan dan dalam
perkembangan kehidupan manusia, penyusunan kurikulum tidak dapat dikerjakan
sembarangan, terutama pada tahap pengembangannya. Pengembangan kurikulum
mengacu pada dua sistem, yaitu; sistem lingkungan dan sistem yang ada dalam kurikulum
itu sendiri.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa makna perubahan kurikulum?
2.
Apa sebab kelambanan dalam pengembangan
kurikulum?
3.
Apa saja faktor-faktor mempengaruhi
pengembangan kurikulum?
4.
Apa tingkat dan dasar pengembangan
kurikulum?
5.
Bagaimana perubahan pengembangan kurikulum?
6.
Bagaimana proses perbaikan kurikulum?
C.
TUJUAN MASALAH
1.
Untuk mengetahui makna perubahan
kurikulum?
2.
Untuk mengetahui sebab kelambanan dalam
pengembangan kurikulum?
3.
Untuk mengetahui faktor-faktor
mempengaruhi pengembangan kurikulum?
4.
Untuk mengetahui tingkat dan dasar
pengembangan kurikulum?
5.
Untuk mengetahui perubahan pengembangan
kurikulum?
6.
Untuk mengetahui proses perbaikan
kurikulum?
BAB II
PEMBAHASAN
1.MAKNA
PERUBAHAN KURIKUKULUM
Bila
kita bicara tentang perubahan kurikulum, kita dapat bertanya dalam arti apa
kurikulum digunakan. Kurikulum dapat dipandang sebagai buku atau dokumen yang
dijadikan guru sebagai pegangan dalam proses blajar-mengajar kurikulum juga
dapat dilihat sebagai produk yaitu apa yang diharapkan dapat dicapai siswa dan
sebagai proses untuk mencapainya. Keduanya saling berkaitan. Kurikulum juga
dapat diartikan sebagai suatu yang hidup dan berlaku selama jangka waktu
tertentu dan perlu direvisi secara berkala agar tetap relevan dengan
perkembanagan zaman. Selanjutnya kurikulum dapat ditafsirkan sebagai apa yang
dalam kenyataan terjadi dengan murid dalam kelas. Kurikulum dalam arti tak
mungkin direncanakan sepenuhnya betapapun rinciannya direncanakan, karena dalam
interaksi dalam kelas selalu timbul hal-hal yang spontan dan kreatif yang tidak
dapat diramalkan sebelumnya. Dalam hal ini guru lebih besar kesempatannya
menjadi pengembang kurikulum dalam kelasnya. Akhirnya kurikulum dapat dipandang
sebagai cetusan jiwa pendidikan yang berusaha untuk mewujudkan cita-cita,
nilai-nilai yang tertinggi dalam kelakuan anak didiknya. Kurikulum ini sangat
erat hubungannya dengan kepribadian guru.
Kurikulum
yang formal, mengubah pedoman kurikulum, relatif lebih terbatas dari pada
kurikulum yang riil. Kurikulum yang riil bukan sekedar pedoman, melainkan
segala sesuatu yang dialam anak dalam kelas, ruang olah raga. Warung sekolah,
tempat bermain, karyawisata, dan banyak kegiatan lainya, pendekatan mengenai
seluruh kehidupan anak sepanjang bersekolah. Mengubah kurikulum dalam arti yang
luas dan dengan demikian lebih pelik, sebab menyangkut banyak variable.
Perubahan kurikulum disini berarti merubah semua yang terlibat di dalamnya,
yaitu guru , murid, kepala sekolah, orang tua, dan masyarakat umumnya yang
berkepentingan dalam pendidikan sekolah. Dalam hal ini dikatakn bahwa kurikulum
adlah perubahan sosial, curriculum change is social change.
2.
PERUBAHAN DAN PERBAIKAN
Perubahan
tak selalu sama dengan perbaikan, akan tetapi perbaikan akan selalu mengandung
perubahan.perbaikan berarti meningkatkan nilai atau mutu. Perubahan adalah
pengeseran posisi, kedudukan atau keadaan yang mungkin membawa perbaikan, akan
tatapi dapat juga memperburuk keadaan. Anak yang mula-mula tak mengenal ganja,
dapat berubah menjadi anak yang
mengenalnya lalu terlibat dalam kejahatan. Perubahan disini tidak membawa
perbaikan. Namun sering diadakan perubahan dengan maksud terjadinya perbaikan.
Perbaikan selalu dikaitkan dengan
penilaian. Perbaikan diadakan untuk meningkatkan nilai, dan untuk mengetahuinya
digunakan criteria tertentu. Perbedaan criteria akan memberikan perbedaan
pendapat tentang baik buruknya perubahan itu.perubahan sekalipun memberikan
perbaikan dalam segala hal bagi semua orang. Dalam kurikulum kita lihat betapa
banyaknya ide dan usaha perbaikan kurikulum yang dicetuskan oleh beberapa tokoh
pendidikan yang terkenal. Macam-macam kurikulum telah diciptakan dan banyak
diantaranya yang telah dijalankan. Apa yang mula-mula diharapkan, akhirnya
ternyata menimbulkan masalah lain ,sehingga kurikulum itu ditinggalkan atau
diubah. Ada masanya pelajaran akademis yang diutamakan, kemudian tampil anak
sebagai pusat kurikulum, sesudah itu yang dipentingkan ialah masyarakat, akan
tetapi timbul pula perhatian baru terhadap pengetahuan akademis. Namun begitu
dalam pendidikan sejarah dalam pendidikan, tak pernah sesuatu kembali dalam
bentuk aslinya. Biasanya yang lama itu timbul dan bentuk lain , pada taraf yang
lebih tinggi. Misalnya, bila dalam pelajaran akademis yang lebih diutamakan
hafalan fakta dan informasi, kemudian diutamakn prinsip-prinsip utama. Bila
pada kita kurikulum sepenuhnya dipusatkan pada anak, kemudian disadari tak
dapat anak hidup di luar masyarakat. Disadari bahwa dalam kurikulum tak dapat
hanya diutamakan dalam satu aspek saja, akan tetapi semua aspek : anak,
masyarakat, maupun pengetahuan secara berimbang.
3.
BAGAIMAN TERJADINYA PERUBAHAN
Menurut
ahli sosiologi, perubahan terjadi dalam tiga fase inisiasi, yaitu taraf
permulaan ide perubahan itu dilancarkan, denagan menjelaskan sifatnya, tujuan,
dan luasnya perubahan yang ingin dicapai : fase legimitasi, saatnya orang
menerima ide itu dan fase kongruensi, saat orang mengapdosinya, menyamakn
pendapat sehingga selaras dengan pemikiran para pencetus, sehingga tidak
terdapat perbedaan nilai lagi antara penerima dan pencetus perubahan.
Untuk
mencapai kesamaan pendapat, sebagai cara yang dapat digunakan, misalnya
motivasi intristik dengan janji kenaikan gaji atau pangkat, memperoleh kredit,
dapat juga, paksaan keras atau halus, dengan menggunakan otoritas atau
indoktrinasi. Dapat juga dengan membangkitkan motifasi intristik dengan
menjalankan sikap ramah, akrab, penuh kesabaran dan pengertian, mengajak turut
berpatisipasi, mengemukakan perubahan sebagai masalah yang dipecahkan bersama.
Perubahan akan lebih berhasil bila dari pihak guru dirasakan kekuranangan dalam
keadaan, sehingga sehingga timbul hasrat untuk memperbaikinya demi kepentingan bersama. Peruhan yang
terjadi atas dari pihak atasan , biasanya tidak dapat bertahan lama, segera
luntur dan hanya diikuti secara formal dan lahiriah. Menjadikan perubahan
sebagai masalah, melibatkan semua yang terlibat dalam perumusan masalah,
pengumpulan data, menguji alternative, dan selanjutanya mengambil kesimpulan
berdasarkan percobaan, dianggap lebih mantap dan meresap dalam hati guru. Akan
tetapi karena prosedur ini memakan waktu dan tenaga yang banyak, dan selain iu
diinginkan perubahan yang uniform di
semua sekolah, maka sering dijalankan cara otoriter, indoktrinatif, tampa mengakui
kemampuan guru untuk berpikir sendiri dan hanya diharuskan menerima saja. Cara
ini efisien namun untuk dalam jangka waktu yang panjang tidak efektif. Dan bila
ada perubahan atau perbaikan baru, yang lama ditinggalkan saja tampa membekas.
4.
PERUBAHAN GURU
Perubahan
kurikulum tak dapat dilaksanakan tampa adanya perubahan pada guru sendiri.
Seperti manusia lainnya, guru juga sering tidak mudah berubah, karena telah
biasa dengan cara-cara yang lama. Setiap perubahan perubahan akan dapat
mengganggu ketentramannya. Guru cendrung bersifat conservative, sebab tugas
utamanya untuk melestariakan kebudayaan dengan menyampaikannya pada generasi
muda.
Namun apabila ia merasa
ketidakpuasan dengan keadaan, maka ia akan mencari cara baru untuk mengatasi
kekurangan yang dirasakannya pada dirinya dan dalam situasi pendidikan. Pada
saat itu iya terbuka bagi perubahan. Bila ia memperoleh informasi melalui
ceramah atau bacaan, maka ia dapat memperoleh pandangan baru tentang
pendidikan. Ia melihat situasi dengan mata lain. Timbul padanya kebutuhan dan
motifasi untuk menerima perubahan yang dapat member perbaikan. Seseorang yang
ingin melancarkan perubahan , harus berusaha menimbulkan kebutuhan itu pada
guru-guru. Selain itu ia jangan bertindak sebagai orang yang serba tahu yang
akan merubah kelakuan guru. Hendaknya ia sebanyak mungkin melibatkan guru dalam
proses perubahan itu.ia dapat bersama guru merumuskan masalah yang dihadapi
yang akan dipecahkan bersama, mencari hipotesis atau alternative, mengumpulkan
data, mengambil keputusan, menguji-cobakannya dan mengevaluasinya. Perubahan
hendaknya disertai pengalaman yang konkret. Dalam prose situ hendaknya slalu
diusahakan komunikasi terbuka, sehingga guru-guru bebas mengemukakan
pendapatnya. Walaupun petugas itu mempunyai kedudukan yang lebih tinggi, hendaknya
ia hati-hati menggunakan kekuasaannya dan kewibawannya.
Ia juga menentukan bagaiman
memandang guru,apakah sebagai orang yang kurang terdidik yang memerlukan
latihan, atau makhluk fisikologi yang dapat dibujuk, atau sebagai makhluk yang
ekonomis yang harus diberi insentif, uang , atau sebagai pegawai yang dapat dipaksa
agar patuh, ataukah sebagai seorang professional yang bertanggung jawab atas
mutu sebagai profesinya, atau sebagai makhluk rasional yang dapat diajak
berpikir dalam memecahkan masalah bersama. Sikap petugas pembeharu banyak
berpengaruh pada kemantapan perubahan yang diinginkan.
Guru adalah toko utama dalam
kelasnya. Ia akan menentang perubahan yang akan mengurangi kedudukannya. Metode
yang meniadakan peranan guru dan terutama didasarkan atas bahan yang telah
tersusun, tidak akan diterima guru dengan senang hati. Juga perubahan yang
meminta pengorbanan tenaga , waktu dan pikiran akan menemui pertentangan. Ia
hendaknya diakui sebagai manusia.
Orang yang berperan sebagai pengubah
kurikulum harus nekerja sama, harus dapat mempengaruhi orang dan memberi
inspirasi. Ia harus mempunyai sensitivitas sosial, terbuka bagi pikiran orang
lain dan terbuka bagi perubahan. Akan tetapi ia harus seseorang propesional,
namun rendah hati dan tidak memamerkan pengetahuannya
5.
MENGUBAH LEMBAGA ATAU ORGANISASI
Mengubah
lembaga atau organisasi menghadapi kesulitan lain. Tiap organisasi mempunyai
struktur sosial tertentu. Tiap orang mempunyai status tertentu dan menjalakan
peranan tertentu yang memberinya harga diri atau kekuasaan. Mengadaan dalam
struktur itu dapat mengancam kedudukan seseorang. Sering pula organisasi itu
mempunya hirarki yang ketat, mengikuti prosedur yang tetap. Untuk menngadakan
perubahan, harus diketahui dan pertimbangkan keadaan yang ada.
Menurut para ahli dalam “ social
engineering” dalam usaha mengadakan perubahan dapat dilalui empat langkah,
yakni 1, menganalisis situasi, 2. Menentukan perubahan yang perlu diadakan, 3.
Mengadakan itu, dan 4. Memantapkan perubahan itu.
Sikap orang terhadap perubahan
berbeda-beda. Ada yang bersedia menerimanya, ada yang menetangnya
terang-teranagn atau diam-diam, ada yang ikut sekedar mengamankan diri karna
takut kalau ia mendapat tindakakan. Hendaknya dicegah timbulnya popularisasi,
yaitu dua pihak yang bertentangan. Perubahan hanya dapat berhasil bila semua
bekerja sama. Diusahakan mengenal daya-daya yang membantu dan menghalangi
perubahan itu dan diadakan untuk memperkuat daya-daya yang menyokong sambil
melemahkan, melumpuhkan bahkan meniadakan daya-daya yang menghambat. Untuk itu
diperlukan kebijaksanaan dan kepekaan sosial.
Semua harus menyadari adanya masalah
yang dihadapi serta kemungkinan untuk mengadakan perubahan. Di usahakan agar
semua menaruh minat terhadap usaha itu. Diberi waktu untuk membicarakan dan
memikirkan makna perubahan itu bagi lembaga atau organisasi dengan percobaan
itu bagi lembaga atau organisasi dan dengan percobaan memperaktikannya
memperliahatkan perubahan itu. Bila timbul keyakinan akan kebaikan perubahan
itu, maka besar harapan akan diterima dan akan digunakan pada masa selanjutnya.
6. KELAMBANAN PERUBAHAN DALAM PENDIDIKAN
Dibandingkan dengan bidang
pertaniaan, perubahan dalam pendidikan berjalan dengan lamban sekali.
Praktik-pratik yang telah dijalankan ratusan tahun yang lalu masih berlaku,
sedang kan cara-cara baru sangat sungkar diterima dan membudaya. Dapat disebut
beberapa kelambanan itu. Pertama pendidikan, termasuk kurikulum belum cukup
mempunyai dasr ilmiah. Belum dapat diramalkan dengan pasti apa yang akan
terjadi bila dijalankan metode tertentu. Terlampau banyak variable yang
mempengaruhi hasil suatu tindakn pendidikan. Setiap metode, demikian pula tiap
kurikulum, betapapun banyak kebaikannya, memounyai sejumlah kelemahan. Kedua,
pendidikan, termasuk kurikulum tidak mempunyai petugas tertentu, yang bersedia
member bantuan kapan saja diperlukan, seperti halnya dalam bidang pertanian
yang mempunyai petugas lapangan pertanian. Juga kanwil tidak menyediakan
petugas yang mau dipanggil kapan saja
guru atau sekolah memerlukan bantuannya untuk mengatasi kesulitan yang
dihadapi berkenaan dengan pelaksanaan kurikulum. Ketiga , guru atausapa saja
yang mengadakan perbaikan kurikulum, tidak mendapat insentif dan hanya menerima
penghargaaan finasial berupa gaji seperti guru lain yang hanya mengikuti
tradisi. Keempatan, kebnyakan guru mempetahankan cara-cara lama yang telah
teruji dan telah dikenalnya dengan baik dan dijalankan secara rutin. Kelima,
kurikulum yang uniform menghambat ruang gerak guru untuk mengadakan perubahan
dan menimbulkan kesan, seakan-akan setiap penyimpangan dari apa yang telah
ditentukan dalam pedoman kurikulum akan dianggap sebagai pelanggaran. Akan
tetapi seperti apa yang telah dikemukakan di atas, betapapun rincianya
kurikulum ditentukan oleh pusat, selalu banyak cukup kesempatan bagi guru untuk
berperan sebagai pengembang kurikulum. Tentu saja diharapkan agar guru-guru
lebih banyak diberi peluang untuk mencari cara-cara baru atau menyesuaikan
kurikulum dengan kebutuhan murid dan lingkungan. Pengawasan yang terlampau
ketat dari atasan akan menghambat perkembangan inisiatif dan kreativitas guru
dan merendahkannya menjadi tukang yang sekedar banayk bekerja secara otomatis
dan rutin, padahal mengajar itu selalu merupakan “penuh rahasia yang menarik
untuk dipikirkan”
7.
TINGKAT PERUBAHAN
Perubahan
kurikulum sanagat kecil dan terbatas, dapat pula luas dan sangat mendasar.
Perubahan itu dapat berupa :
1. Substitusi
2. Alterasi
3. Variasi
4. Restrukturisasi
5. Orientasi baru
Subtitusi
dapat berupa mengganti buku pelajaran, misalnya IPS dengan buku karanagan orang
lain yang dianggap lebih baik. Jadi perubahan itu sangat kecil hanya mengganti
atau menukar buku pelajaran. Alterasi juga perubahan, dalam hal ini misalnya
menambah atau mengurangi pelajaran untuk bidang studi tertentu, yang dapat
mempengaruhi jam pelajaran bidang studi lain. Perubahan ini lebih sulit
diadakan disbanding substitusi, karna perlu diyakini apa sebab perlu jam
ditambah, sedangkan dipihak lain dikurangi jamnya. Dengan variasi dimaksud
menerima metode yang berhasil disekolah lain untuk dijalankan di sekolah
sendiri, dengan meniadakan yang lama, perubahan serupa ini memerlukan perubahn
pada guru yang harus mempelajari dan menguasai cara baru itu. Perubahan ini
lebih sulit lagi dibandingkan dengan perubahan sebelumnya. Lebih banyak
resikonya ialah retrukturisasi, misalnya menjalankan team teching, yang member
peranan baru kepada perubahan yang lebih besar resikonya ialah bila dituntut
orientasi nilai-nilai baru, misalnya peralihan kurikulum yang
“subject-centered” menjadi “unit approach”atau kurikulum yang berpusat pada pengetahuan
akademis menjadi kurikulum yang berpusat pada anak atau macam-macam pendekatan
lain dalam kurikulum.
8.
STUDI TENTANG KEBERHASILAN PRUBAHAN KURIKULUM
Othanel smith dan D.Orlosky
mempelajari berbagai perubahan dan pembaruan kurikulum dalam 80 tahun
akhir-akhir ini amerika serikat, yakni yang terjadi sebelum dan sesudah 1950.
Keberhasilan perubahan atau pembaruan mereka beri penilaian 1 sampai 4. Nilai 1
berarti bahwa ide pembaruan itu tidak dilaksanakan di sekolah dan sukar dicari
realisasinya di sekolah. Nilai 2 artinya, bahwa perubahan itu tidak diterima
secara meluas, namun mempunyai pengaruh terhadap pendidikan. Nilai 3 artinya
perubahan dan nilai 4 menujukan bahwa perubahan itu telah berhasil memasuki
semua sekolah, jadi telah membudaya.
Ternyata bahwa kurikulum seperti
core curriculum, creative education, thirty school experiment. Hanya berupa ide
akan tetapi tidak ada perwujudannya di sekolah. Juga Activity Curriculum,
Community school, sex education dan unit method kurang mendapat “pasaran”,
sebaliknya driver education, safety education dan vocational and technical
education pada umumnya diterima baik oleh kebanyakan sekolah.
Apa sebab ada yang diterima
sedangkan ada pula yang kebanyakan ditolak ? ternyata menambah atau mengurangi
mata pelajaran lebih muda diterima daripada reorganisasi seluruh kurikulum.
Misalnya driver education, environmental education, vocational and technical
education dapat diterima dengan mudah, sedangkan thirty school experiment yang mengharuskan
perombakan kurikulum secara menyeluruh hanya tinggal cita-cita yang tak
berwujud. Merombak kurikulum mengandung banyak resiko tampa jaminan akan
berhasil baik.
Perubahan tidak akan diterima atau
bertahan lama, bila kurang dukungan dari masyarakat, sepertihalnya sex education,
atau mendapat tantangan dari pihak guru, karena memgurangi atau, bila terlampau
banyak tuntutan, pikiran, tenaga, waktu dan pengorbanan dari pihak guru,
seperti Activity curriculum, Community school, creative education atau core
curriculum.
Selain itu, perubahan kurikulum
hendaknya menyesuaikan diri dengan “kebudayaan” guru, yaitu cara mereka
lazimnya berpikir dan berbuat, selain dengan kebudayaan masyarakat. Penelitian
dan perkembangan ternyata tidak efektif dalam perubahan kurikulum. Perubahan harus
responsive terhadap kebutuhan dan kemampuan guru.
Dalam perubahan kurikulum kepala
sekolah memainkan peranan yang sangat penting, karena dialah yang mempuanyai
kekusaan dan kewibawaan dan kepemimpinan untuk melancarkan, melanjutkan, dan
memantapkan perubahan. Juga bahan pelajaran, seperti paket pelajaran, pusat
alat instruksional dapat memberi sumbangan dalam perubahan kurikulum. Selain
itu penataran atau mengikuti kuliah di perguruan tinggi untuk mengikuti
perkembangan pengetahuan dalam disiplin tertentu, demikian juga inservice
education dan pengembangan staf, dapat member bantuan masing-masing dalam
perubahan kurikulum.
9.
BEBERAPA PETUNJUK TENTANG PROSES PERUBAHAN KURIKULUM
Di
bawah ini diberi sejumlah saran-saran singkat tentang lankah-lankah dalam
proses mengubah kurikulum :
1. Pupuklah suasana dan kondisi kerja yang
yang serasi.
Suasana kerja harus
memberi kesempatan bagi peserta untuk mengeluarkan buah pikirannya secara
bebas. Saran-saran mereka harus diperhatikan. Mereka harus diikutsertakan dalam
merumuskan dan memecahkan masalah yang dihadapi bersama.
Keberhasilan
perubahan bergantung pada kualitas dan kuantitas para peserta. Ada kalanya
diperlukan bantuan dari orang lain, misalnya dari kanwil atau perguruan tinggi.
Perlu disediakan sumber dan bahan yang diperlukan. Hendaknya dijauhi hal-hal
yang dapat mengganggu.
2. Berikan waktu yang cukup, jangan
terlampau cepat, jangan pula terlampau lambat. Mendesak agar cepat bekerja akan
cepat menghasilkan pekerjaan yang tergesa-gesa dan tidak cermat. Pelaksanaan
perubahan memerlukan waktu. Ada kalanya untuk suatu program, misalnya perbaikan
pengajaran bahasa, diperlukan waktu 3-4 tahun.
3. Tentukan kegiatan yang sesuai, misalnya
ada yang lebih serasi bila dilakukan oleh panitia, kelompok studi, workshop,
koperasi, seminar, dapat pula mengadakan wawancara, observasi, demonstrasi,
atau mengunakan alat-alat seperti tape-recoder, tv, dan lain-lain.
4. Tentukan prosedur penilaian dalam tiap
usaha perubahan. Evaluasi dimaksud untuk memperoleh gambaran tentang
tercapainya taraf tujuan. Setelah dirumuskan tujuan perubahan, harus segera
ditentukan cara menilai hingga mana tercapainya tujuan itu. Baru kemudian
ditentukan kegiatan-kegiatan untuk mencapai kegiatan itu.
10.
PROSES PERBAIKAN KURIKULUM
Seperti telah dikemukakan, kurikulum
bermacam-macam tafsirannya. Pada suatu pihak, kurikulum dipandang sebagai buku
pedoman dan wewenang untuk mengembangkannya ialah pusat, kementrian Depdikbud.
Yang dihasilkan iyalah suatu kurikulum nasional yang menentukan garis-garis
besar apa yang harus di ajarkan kepada muri-murid. Di pihak lain kurikulum
dapat ditafsirkan sebagai segala sesuatu yang terjadi didalam kelas dan sekolah
yang mempengaruhi perubahan kelakuan para siswa dengan berpedoman pada
kurikulum yang ditentukan oleh pemerintah. Dalam arti terakhir ini, perbaikan
kurikulum terutama tergantung pada guru. Dialah yang menentukan apa yang
sesunguhnya terjadi dalam kelasnya. Dalam posisi itu boleh dikatakan ialah
pengembang kurikulum, dan ada tidaknya perbaikan pengajaran dalam kelasnya
tergantung pada tindakan usaha guru.
Taksemua guru sadar akan peranannya
sebagai pengembang kurikulum, karena ialah yang memandang dirinya hanya sekedar
sebagai pelaksana kurikulum, yang berusaha jangan menyimpang sedikitpun dari
ketentuan atasan. Apa yang ditentukan oleh atasan sebenarnya masih jauh dari
lengkap. Yang diberikan terutama garis-garis besarnya, dan kalaupun dirincikan.
Mustahil meliputi kegiatan guru siswa sampai hal yang sekecil-kecilnya.
Kurikulum sekolah kita, menentukan hanya sampai tujuan instruksional umum, TIU.
Yang merumuskan TIK nya ialah guru. Bahan pelajaran juga hanyalah
pokok-pokoknya, masih banyak yang harus dilengkapi guru. Demikian pula, metode
yang dianjurkan sanagt terbatas dan tidak spesifik. Banyak lagi kesempatan bagi
guru untuk secara kreatif memilih dari sejumlah besar metode, strategi atau
model mengajar yang tersedia. Penilaian formatif dan sumatif untuk pelajaran
yang dianjurkan guru, sepenuhnya dalam tangan guru. Ia tidak terikat pada test tertulis, akan
tetapi dapat menjalankan penilaian yang lebih konprehensif yang meliputi aspek
emisional, moral, sosial, dan sikap lainnya. Ia dapat menilai kemampuan
kognitif pada tingkat mental yang lebih tinggi dari pada yang dapat diukur
dengan ebtanas. Dialah yang dapat menilai dari aspek-aspek kepribadian anak.
Ialah yang berda dalam posisi yang strategis untuk mengenal perkembangan anak.
Fisik, mental, etis, estetis, sosial, dan lain-lain.
Anatar kurikulum nasional yang
dijadikan pedoman sampai perubahan kelakuan anak, masih terdapat jarak yang
cukup luas, yang memerlukan pemikiran, kreativitas, dan kegiatan guru. Dalam
hal inilah ia harus sadar dalam fungsinya sebagai pengembang kurikulum. Funsi
ini tentu harus lebih disadari kepala sekolah yang bertanggung-jawab atas seluruh
pendidikan yang ada di sekolahnya dan seyogiyanya berusaha sedapat mungkin
mengadakan perbaikan kurikulum sekolahnya tiap sekolah berbeda dengan sekolah
lain, walaupun berada di kota yang sama, apalagi sekolah daerah lain yang
berbeda sifat geografi dan sosial ekonominya. Dan tiap guru berbeda pribadinya
dengan guru lain. Juga muridnya menunjukan cirri-ciri khas yang mungkin
bertukar dari tahun ke tahun.
Pada umumnya guru kita belum
menyadari peranannya sebagai pengembang kurikulum. Kurikulum kita uniform
disamping usaha untuk sedapat mungkin mengatur apa yang harus dilakukan guru
sampai yang sekecil-kecilnya. Meningkatkan mutu pendidikan dapat dilakukan
dengan dua macam pendekatan. Pertama, menyusun paket pelajaran sedemikian rupa,
sehingga guru hanya berperan untuk mengatur distribusi bahan itu menurut
kecepatan anak. Pelajaran itu dapat berupa modul atau pelajaran yang
berprogama. Pendekatan kedua ialah meningkatkan mutu guru sehingga mampu
menjalankan dan memperbaikinya bila ada kelemahannya. Pendekatan pertama sangat
mahal selain banyak kekurangannya. Pendekatan inipun tak mudah dijalankan karna menuntut kualitas
guru yang tinggi yang belum terpenuhi pada saat ini.
Kurikulum yang uniform dapat menjadi
alas an bagi guru untuk menjauhi inisiatif perbaikan dan hanya menunggu
instruksi perbaikan dari pihak atasan. Sebaliknya atasan yang tidak merangsang
guru untuk bersifat dinamis dan member kesempatan dan dorongan untuk mencobakan
perbaikan atas pemikiran sendiri dan tidak turut serta dalam usaha perbaikan
dan penyesuaian dengan keadaan setempat, cendrung mematikan kreativitas guru.
Kurikulum
tak kunjung sempurna dan senantiasa dapat diperbaiaki. Bahan segera using karna
kemajuan jaman, pelajaran harus memperhatiakan perbedaan individu dan mencari
relevansi dengan kebutuhan setempat. Bila kita ingin memperbaiki kurikulum
sekolah, kita harus memperhaikan sejumlah dasar-dasar pertimbangan, agar usaha
itu berhasil baik, antara lain :
1. Mengetahui tujuan perbaikan
2. Mengenal situasi sekolah
3. Mengetahui kebutuhan siswa dan guru
4. Mengenal masalh yang dihadapi sekolah
5. Mengenal kopetensi guru
6. Mengetahui gejala sekolah
7. Mengetahui perkembangan dan aliran dalam
kurikulum
A.
MENGETAHUI TUJUAN PERBAIKAN
Langkah
pertama ialah mengetahui dengan jelas apa yang sebenarnya ingin dicapai,
bagaimana cara mencapainya, bagaimana melaksanakannya, apakah perlu dicari
proses belajar mengajar baru, sumber belajar apa yang diperlukan, bagaimana
mengorganisasi bahan itu, bagaimana menilainya, bagaimana memanfaatkan
balikannya. Ada kemungkinan, tujuannya harus diperjelas atau diubah, demikian
pula desain perbaikan atau implementasinya dan metode penilaiannya. Jadi
perbaikan kurikulum tak kunjung berakhir dan bergerak terus. Kurikulum bukan
benda mati akan tetapi sesuatu yang hidup mengikuti perkembangan zaman.
B.
MENGENAL KEADAAN SEKOLAH
Sering
guru guru tidak mengenal betul situasi sekoalah yang sebenarnya, misalnya
kurang mengenal potensi guru, suber belajar yang tersedia di sekolah atau
lingkungan, kurang mengenal masyarakat lingkungan, tidak mengenal sejarah
perkembangan sekolah atau memahami kurikulum sekolah secara keseluruhan serta
hubungan dengan instansi lain, atau bantuan yang dapat diperoleh, misalnya dari
staf perguruan tinggi termasuk IKIP
C.
MEMPELAJARI KEBUTUHAN MURID DAN GURU
Agar
ada dorongan untuk perbaikan kurikulum harus disadari ada kesenjangan antar
keadaan yang nyata dengan apa yang diharapkan oleh kurikulum resmi atau apa
yang diingin kan siswa dan guru. Mengetahui kebutuhan itu adalah titik tolak
bagi usaha perbaikan. Tujuan pendidikan seperti yang diharapkan. Pemerintah
dapat member dorongan untuk mengadakan perubahan dalam keadaan sekarang yang
dirasa tidak memuaskan. Untuk melaksanakan perbaikan itu perlu diadakan study
yang lebih luas guna untuk memperoleh data lain yang dirasa perlu. Data tentang
siswa keadaan siswa secara keseluruhan, macam-macam golongan etnis, jumlah
penerimaan, lulusan dan putus sekolah, hasil belajar, perkembangan fisik,
sosial, moral, intelektual, keadaan rumah tangga, kebudayaan masyarakat anak,
nilai-nilai dan harapan masa depan, cara murid belajar, konsep diri anak, bahan
pelajaran, proses blajar mengajar, relevansi kurikulum, dan sebagainya dalam
semua hal itu mungkin terdapat kekurangan-kekurangan yang perlu mendapat
perhatian.
Untuk memperoleh data dapat menggunakan test
tertutup dan test terbuka, wawancara, angket, sosiometri, analisis pekerjaan
murid,observasi, dan lain-lain. Juga dapat diadakan brainstorming dengan guru,
orang tua atau murid untuk kelemahan-kelemahan dalam pendidikan sekolah. Untuk
mengetahui kebutuhan mana yang dirasa paling penting untuk diatasi, dan dan
diminta guru mengadakan ranking untuk kemudian didiskusikan selanjutnya dan
memilih yang dirasa paling urgen. Suatu masalah ialah, apakah guru-guru memang
ingin mendapat perbaikan yang dianjurkan, bagaimanakah menyisipkan perbaikan
itu sungguh-sungguh mengenai perbaikan inti
persoalan ataukah hanya menyinggung gejalanya.
D.
MENGENAL MASALAH YANG DIHADAPI SEKOLAH
Sebaliknya
yang jadi focus perbaikan ialah masalah-masalah yang dihadapi guru dalam
pekerjaan nya sehari-hari, yang sering berkenaan dengan metode mengajar,
memperhatikan perbedaan individual, memilih ban pelajaran yang lebih serasi,
organisasi kelas, fasilitas yang membantu proses belajar mengajar, cara
meningkatkan motivasi siswa belajar, dan lain-lain. Masalh juga dapat berasal
dari murid, orang tua, masyarakat atau pemerintah.
Masalah
yang dipilih hendaknya jangan terlampau luas sehingga sukar dikendalikan.
Sebaliknya jangan terlampau sempit sehingga tak bermakna. Masalah yang
dianjurkan oleh pihak luar, mungkin tidak dirasa relevan, tidak prakis oleh
guru sehingga tidak dapat dukungan.
Jika
telah ditentukan dan disetujui masalah perbaikan yang akan dikerjakan, masalah
itu dapat diperlakukan cara pemecahan masalah pada umumnya, yakni merumuskan
masalahnya, menentukan hipotensis, mengumpulkan data, mencobakannya apakh benar
hipotensis itu, mengambil kesimpulan, mengimplementasikannya, menilai untuk
memperoleh balikan, mengadakan perubahan, dan seterusnya sampai tercapailah
hasil yang memuaskan.
E.
MENGENAL
KOPETENSI GURU
Untuk
memperbaiki kurikulum perlu diketahui kopetensi guru sebagai partisipan dalam
pengembangannya, pengetahuan mereka tentang seluk-beluk kurikulum, bahan
pelajaran, proses ngajar-mengajar , pisikologi anak, sosiologi dan sebagainya.
Selain kopetensi umum, seperti membuat kemampuan perencanaan, kemampuan untuk
mencetuskan ide-ide baru, kemampuan mempertemukan pandangan yang bertentangan,
serta memupuk suasana yang menyenangkan, kemampuan untuk bekerjasama sehingga
menghasilkan suatu pekerjaan yang bermutu,
kemampuan untuk mengarahkan dan mengkoordinasikan, kemampuan
menganalisis situasi dan menafsirkan perbuatan, kemampuan memilih dari sejumlah
alternative, kemampuan mengadakan eksperimen dan penelitian, kemampuan untuk
menanyakan pertanyaan yang relevan, kemampuan menyatakan pikiran secara lisan
dan tertulis, serta menggunakan alat seperti computer.
F.
MENGENAL GENJALA SOSIAL
Perbaikan
kurikulum dapat bersal dari desakan dari dalam dunia pendidikan, maupun dari
luarnya. Dari dalam pendidikan dorongan
ke arah perbaikan dapat bersumber dari guru, kepala sekolah, murid, dan
dapat juga dari penelitian sekolah atau dari kementrian. Tiap guru mengalami
hal-hal yang tidak memuaskan yang perlu diperbaikinya. Murid-muridpun mempunyai
sejumlah keluhan tentang kekurangan yang dirasakannya tentang sekolah. Kepala
sekolah sudah sewajarnya mencita-citakan sekolah yang baik. Penelitian sekolah
dalam kunjungannya tentu akan member sejumlah saran ke arah perbaiakan kurikulum.
Juga dari pihak
luar dating usul-usul perbaikan sekolah, karena tiap orang tuanya mengharapkan
pendidikan yang sebaik-baiknya bagi anaknya. Orang tua pada umumnya belum
menyadari sepenuhnya peran mereka dalam perbaikan sekolah. Namun suara masyarakat
tentang pendidikan sering dicetuskan melalui Koran dan media massa lainnya.
Perguruan tinggi juga dapat menunjukan keluhannya tentang mutu lulusan SMA dan
consumer para lulusan lembaga pendidikan merasakan kekurangan dalam tenaga
kerja.
Tak semua keluhan
itu dapat dipenuhi. Lagi pula keluhan itu perlu dipertimbangkan dengan
sungguh-sungguh oleh sebab tidak tiap keluahan mempunyai dasar yang kuat yang
didukung oleh fakta. Namun adanya keluahn tersebut itu seharusnya mendorong
para pendidik untuk menilai diri sendiri dan berusaha memperbaikinya. Hingga
kini, pada umumnya para pendidik, khususnya guru-guru belum berani mengadakan
inisiatif mengadakan perbaikan sendiri, lalu membiarkan keadaan berlangsung,
sampai sampai pada saat lahir kurikulum baru, yang belum tentu member
perbaikan. Kurikulum yang baru sama sekali cendrung melenyapkan segala kebaikan
kurikulum yang lang lampau. Bila kurikulum diperbaiki secara continue, tak
perlu diambil resiko besar untuk mengadakan pembaruan total yang dapat
menimbulkan goncangan besar di kalangan guru-guru. Kurikulum yang baik tidak
diperoleh sekaligus dengan adanya kurikulum yang baru sama sekali. Kurikulum
harus dibangun terus menerus, sidikit demi sedikit yang lazim disebut sebagai
“broken front” tak dapat kurikulum serentak diperbaiki dalam segala “front”
misalnya, guru suatu bidang studi yang dinamais dapat memperbaiki pengajaran
bidang studinya, yang mungkin tidak dilakukan guru bidang study lainya.
Demikian juga suatu sekolah yang faforit karena mutunya, dapat lebih
meningkatkannya lagi, tampa menunggu kemajuan sekolah yang lain yang
ketinggalan. Masing-masing sekolah dapat berusaha mencapai excellence
keunggulan dan tiap guru dapat mengusahakan kecapaian mutu yang senangtiasa meningkat. Perlombaan sehat
antar sekolah yang meningkatkan mutu hendaknya jangan dihalangi. Sekolah yang
ketinggalan dalam hal tertentu dapat belajar dari sekolah yang telah maju.
Kurikulum yang uniform mengenal standar minimal tidak menghabat mencapai mutu
yang setinggi-tingginya.
G.
MENGETAHUI ALIRAN-ALIRAN DALAM PENGEMBANGAN
KURIKULUM
Kurikulum adalah
bidang yang subur dalam penelitian. Banyak buku dan karangan terbit berkenaan
dengan study tentang kurikulum. Berbagai aliran timbul untuk mencari
alternative baru sebagai reaksi terhadap praktik kurikulum yang berlaku
sekarang. Tapi aliran mengandung hal-hal yang positif yang dapat memperluas
pandangan guru tentang kurikulum yang dapat mendorongnya untuk menerapkannya
sejauh itu mungkin. Ide-ide baru dapat menjadi pokok diskusi dikalangan guru, asal
diadakan waktu khusus oleh kepala sekolah untuk membicarakan kurikulum sekolah
secara berkala.
Tak semua aliran baru
dalam kurikulum dapat diterapkan. Banyak di antaranya yang hanya berupa ide
saja tampa terrealisasikan. Namun ada saja kemungkinan mengambil aspek-aspek
tertentu yang dapat memberikan perbaikan dalam rangka kurikulum yang berlaku.
Biasanya guru tidak berpegang secara ketat pada satu pola kurikulum tertentu.
Biasanya ia bersifat elektik memilih apa yang dirasakannya bermanfaat bagi tujuan tertentu. Ia dapat
pada suatu saat menggunakan teori belajar S-R mematuhi PPSI dan sesaat lagi
menerapakan pendekatan proses yang berdasarkan teori belajar Gestalt. Maka
karena itu guru dapat membukakan diri terhadap berbagai aliran dalam
pengembanagn kurikulum.
11. LANGKAH-LANGKAH DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM DI
SEKOLAH
Agar
usaha perbaikan kurikulum di sekolah dapat berhasil baik hendaknya diperhatikan
langkah-langkah yang berikut :
-
Adakan
penilaian umum tentang sekolah, dalam hal apa sekolah itu lebih baik atau lebih
rendah mutunya dari sekolah lain, adanya
diskrepansi antar kenyataan dengan apa yang diharapkan berbagai pihak,
sumber-sumber yang tersedia atau tidak tersedia, dan lain-lain.
-
Selidiki
berbagai kebutuhan, antara lain kebutuhan siswa, kebutuhan guru, dan kebutuhan
akan perubahan dan perbaikan.
-
Mengindentifikasi
masalah serta merumuskannya, yang timbul berdasarkan study tentang berbagai
kebutuhan yang tersebut di atas lalu memilih salah satu yang dianggap mendesak.
-
Mengajukan
saran perbaikan, sebaiknya dalam bentuk tertulis, yang dapat didiskusikan
bersama, apakah sesuai dengan tuntutan kurikulum yang berlaku, menilai maknanya bagi perbaikan sekolah dan
menjelaskan makna serta implikasinya.
-
Menyiapkan
desain perencanaannya yang mencakup tujuan, cara mengevaluasi menentukan bahan
pelajaran, metode penyampaiannya, percobaan, penialaian, balikan,
perbaikan, pelaksanaan dan seterusnya.
-
Memilih
anggota panitia, sedapat mungkin sesuai dengan kompetensi masing-masing.
-
Mengawasi
pekerjaan panitia, biasanya oleh kepala sekolah.
-
Melaksanakan
hasil panitia oleh guru dalam kelas. Oleh sebab pekerjaan ini tidak mudah,
kepala sekolah hendaknya senangtiasa menyatakan penghargaannya atas pekerjaan
semua yang terlibat dalam usaha perbaikan ini.
-
Menerapkan
cara-cara evaluasi, apakah yang direncanakan itu dapat direalisasikan. Apa yang
indah di atas kertas, belum tentu dapat diwujudkan.
-
Memantapkan
perbaikan, bila ternyata usaha itu berhasil baik dan dijadikan pedoman
selanjutnya.
Pada taraf permulaan hendaknya diambil
suatu proyek yang sederhana, yang besar harapannya dapat dilaksanakan dengan
baik. Ketidak berhasilan akan menimbulkan kekecewaan dan keengganan untuk
mengadakan perbaikan di masa mendatang. Perlu pula memilih orang-orang yang
benar-benar bermotivasi untuk mengadakan perbaikan dan mempunyai kopetensi yang
memadai. Perlu pula ditentukan batas waktu perencanaan dan pelaksanaan proyek
ini. Perbaikan kurikulum memerlukan waktu lama sebelum membudaya, kadang-kadang
2 sampai 5 tahun, bergantung pada luas perbaikan yang akan diadakan. Jadi
jangan didesak melakukannya dengan tergesa-gesa. Ada perbaikan kurikulum yang
fundamental yang memakan waktu puluhan tahun, sering kurikulum yang dijalankan
masih mirip dengan yang terdapat puluhan bahkan ratusan tahun yang silam.
Perubahan kurikulum senangtiasa melibatkan perubahan manusia yang
melaksanakannya. Agar kurikulum berubah demi perbaikan, guru sendiri harus
berubah, bahkan didorong untuk berubah.
12. PESERTA DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM
Siapakah yang diikut sertakan dalam
pengembangan kurikulum merupakan suatu masalah. Apakah hanya pejabat
Depdikbud ataukah masih diperlukan
peserta lain? Setelah jeomr bruner yang mengutamakan struktur disiplin ilmu,
para ahli disiplin ilmu dari universitas banyak dilibatkan dalam pengembangan
kurikulum, oleh dianggap kurikulum adalah terutama menyampaikan ilmu pengetahuan. Di belakangnya
terkandung asumsi bahwa kurikulum menyusun suatu dokumen yang menjadi pegangan
apa yang harus dipelajari siswa. Akan tetapi kurikulum yang sesungguhnya ialah
apa yang terjadi dalam kelas dalam interaksi siswa dengan guru dan siswa dengan
lainnya dan dengan lingkungan. Dalam kelas, kurikulum adalah benda hidup yang
dinamis, bukan hanya sekumpulan halaman cetakan belaka. Dalam kelas kurikulum resmi
itu memperoleh bentuk yang tersendiri bila diterjemahkan dalam interaksi hidup antara
guru dan siswa. Untuk melaksanaknnya kurikulum itu juga dalam usaha untuk
mengubahnya agar sesuai dengan kebutuhannya dan perkembangan anak dalam
masyarakat tertentu diperlukan peserta lain. Dalam proses perbaikan kurikulum
seperti ini diperlukan partisipasi dari semua yang tiap hari terlibat dalam
kurikulum yakni guru, murid, kepala sekolah dan pemilik sekolah dari kanwil.
Bila pendidikan mendapat sorotan dan kritik, merelakan yang pertama-tama yang
harus berusaha mengadakan perbaikan. Dalam arti yang luas, banyak lagi yang
turut terlibat dalam mutu kurikulum seperti pemerintah, perguruan tinggi,
khususnya IKIP, orangtua, para ahli kurikulum dan berbagai lapisan masyarakat
umumnya, seperti golongan agama, industri, politik, dan lain-lain.
Dalam garis besarnya kita dapat
membaginya dalam dua golongan, yaitu daya-daya dari dalam sekolah dan dari luar
sekolah. Kritik dan saran dari pihak luar biasanya bersifat umum, sedangkan
sekolah harus menerjemahkannya dalam kegiatan yang lebih spesifik dan
operasional. Yang memegang peranan dalam proses perbaiakn kurikulum ialah guru
oleh sebab dialah yang paling bertanggung jawab atas mutu pendidikan anak
didiknya. Guru menghadapi kesulitan tersendiri, oleh sebab pada hakikatnya dia
bekerja dalam dunia terisolasi. Apa yang dikerjakan dalam kelasnya tertutup
bagi dunia luar. Jarang sekali pelajarannya dihadiri oleh orang luar, sehingga
ia tidak memperoleh input tentang proses belajar mengajar dalam kelasnya. Ia
cendrung untuk masuk cengkraman rutin, mengulangi caranya mengajar dari tahun
ke tahun sampai akhir jabatannya.
Pengalamannya selama puluhan tahun dapat merupakan pengalaman yang sama diulangi
puluhan kali dan tidak tumbuh dalam profesinya. Ia hanya dapat berkembang, bila
ia membiasakan diri (1) berunding dan bertukar pikiran dengan siswa, terbuka
bagi pendapat mereka, (2) belajar terus dengan membaca literature professional,
(3) bertukar pikiran dengan pengalaman dengan teman guru-guru lainnya atau
dengan kepala sekolah. Sikap keterbukaan ini memungkinkannya belajar dari
murid, dari buku dan dari orang lain. Pertumbuhannya ini dapat dibantu, bila
sekolah secara berkala mengadakan rapat khusus untuk membicarakan hal-hal
berkenaan dengan kurikulum serta perbaikannya. Sebagian dari waktu libur
sekolah dapat dimamfaatkan untuk membicarakan kekurangan-kekurangan dalam
penyelenggaraan kurikulum dan secara bersama mencari usaha pebaikan. Hasil
pembicaraan akan diterapakan dalam kelas masing-masing lalu didiskusikan
kemudian untuk menilai pengalaman guru masing-masing. Dengan demikian guru-guru
lebih memahami seluk-beluk kurikulum dan menyadari peranannya sebagai
pengembang kurikulum, atau pelaksana kurikulum kreatif evaluative. Mereka akan
memahami bahwa gurulah unsur utama dalam kurikulum.
Pada saat ini guru belum menganggap
dirinya seorang yang boleh bicara, bahkan yang mempunyai keahlian dalam bidang
kurikulum, khususnya dalam bidang study nya. Ia menganggap dirinya hanya
sebagai pelaksana, ibarat tukang yang harus melaksanakan pekerjaan menurut
instruksi. Jadi dia hanya terlibat dalam praktik, tampa memikirkan dan
merenungkan apa yang dilakukannya. Semboyan “learning by doing” mempunyai satu
syarat. Orang tidak belajar dengan sekedar berbuat melakukan pekerjaan
berkali-kali tidak member pelajaran. Berbuat hanya menghasilkan pelajaran, bila
direnungkan apa yang dilakukan dan meningkatkannya pada taraf yang lebih
abstrak, terhambat karena tidak adanya perkumpulan professional bagi berbagai
golongan guru, seperti guru SD,SMP,dan SMA dan lain-lain. Juga perkumpulan guru
dalam bidang studi tertentu yang tidak terbatas pada tingkatan sekolah. Adanya
perkumpulan professional dengan terbitnya dapat merangsang guru untuk
senangtiasa melihat profesinya sebagai masalah yang secara kontinu mendorongnya
untuk berfikir tentang kurikulum dan dengan demikian mempercepat perbaikan dan
moderenisasi pendidikan kita.
13. PARTISIPASI GURU
Tiap guru mempunyai reaksi
individual terhadap perbaikan kurikulum. Pada umumnya guru akan bersifat kritis
dan menilainya, apakah perbaikan itu hanya bersifat teori, apakah dapat
dilakukan dalam kelasnya, atau menganggap bahwa cara yang lama lebih bermanfaat
dan yang baru terlampau banyak menuntut
waktu dan tenaga. Jika ia menyaksikan pelaksanaan, atau mengalami
sendiri kegunaannya, maka ia akan lebih mudah menerimanya karena instruksi atau
paksaan, maka perbaikan itu tidak akan lama bertahan.
14. PARTISIPASI MURID
Pada umumnya kita belum
mempertimbangkan peranan siswa dalam pengembangan kurikulum dan mereka memang
tidak mempunyai kompentesi dalam bidang itu. Namun pada tingkat kegiatan kelas,
bila guru bertanya, bagai mana pendapat tentang pelajaran, apa yang ingin
dipelajarinya tentang suatu topic, atau bila guru mengajak siswa turut-serta
dalam perencanaan suatu kegiatan belajar, pada pokoknya mereka sudah dilibatkan
dalam kurikulum. Di sekolah progresif kepada murid diberikan peranan yang lebih
besar lagi tentang apa yang mereka harapkan dari pelajaran. Partisipasi murid
sama sekali tidak berarti bahwa keinginan mereka harus diperturut akan tetapi
pandangan mereka dapat dimamfaatkan, sekalipun keputusan selalu ditangan guru.
Memaksakan kurikulum yang tidak mereka sukai, yang tidak disesuaikan dengan
kebutuhan mereka , akan menimbulkan rasa benci bahkan protes, sekalipun
tersembunyi terhadap pelajaran dan sekolah yang mereka nyatakan dalam perbuatan
yang tidak diinginkan.
15. PARTIPASIPASI KEPALA SEKOLAH
Kepala sekolah mempunyai kedudukan
strategis dalam perbaiakn kurikulum dan berada di garis depan perubahan
kurikulum. Sebagai pemimpin professional ia menerjemahkan perubahan masyarakat
dan kebudayaan dalam kurikulum. Perubhan dalam sikap pemuda-pemudi akibat
dinamika masyarakat tidak dapat diabaikannya. Ialah took utama yang mendorong
guru agar senangtiasa mencari perbaikan dan mengembangkan diri. Dia sendiri
harus mempunyai latar belakang yang mendalam tentang teori dan praktik
kurikulum. Perubahan kurikulum hanya akan berjalan dengan dukungan dan dorongan
kepala sekolah. Ia dapat membangkitkan atau mematikan perubahan kurikulum di
sekolahnya.
16. STRATEGI KEPEMIMPINAN DALAM DALAM PERUBAHAN
KURIKULUM
Dengan strategi dimaksud rencana
serangkaian usaha untuk mencapai tujuan, dalam hal ini perubhan atau perbaikan
kurikulum. Untuk mengubah kurikulum dapat diikuti beberapa strategi sebagai
berikut:
1. Mengubah seluruh system pendidikan yang
hanya dapat dilakukan oleh pusat yakni oleh Depdikbud karena mempunyai wewenang
penuhuntuk mengadakan perubahan kurikulum secara total.
2. Mengubah kurikulum tingkat lokal.
Kurikulum yang nyata hanya terdapat dimana guru dan murid berada yakni di
sekolah dan di dalam kelas. Disinilah dihadapi masalah kurikulum yang
sesungguhnya. Dalam kelas kurikulum menjadi hidup bukan hanya secarik kertas. Dalam
menghadapi anak mau tak mau setiap guru akan menghadapi masalah yang harus
dihadapinya. Dalam pelaksanaan kurikulum
dalam kelas terhadap murid yang berbeda-beda, guru harus mengadakan
penyesuaian. Pedoman kurikulum hanya dapat dijiwai oleh guru dan pribadi guru
terjalin erat dengan cara ia melaksanakan kurikulum itu. Kelaslah yang menjadi
garis depan perubahan dan perbaikan kurikulum.
3. Member pendidikan in-service dan
pengembangan staf. Bahwa kurikulum akan mengalami perubahn jika mutu guru
ditingkatkan. In-service training dianggap lebih formal dengan rencana yang
lebih ketat dan diselenggarakan atas intruksi pihak atasan. Pengembangan staf
lebih tak formal lebih bebas disesuaikan dengan kebutuhan guru. Guru misalnya
dapat disuruh mengobservasi dan menilai dirinya mengajar yang telah di video.
Apa yang telah dipelajari dalam in-service dan pengembanagan staf hendaknya
diperaktikan.
4. Supervise pemilik sekolah mengunjungi
sekolah untuk mengadakan inspeksi dan memberi penilaian terhadap guru dan
sekolah. Kedatangannya dipandang sebagai hari mendung penuh rasa takut yang
dihadapi guru dengan segala macam tipu muslihat. Kini pengertian supervise
telah berubah. Tujuannya ialah membantu guru mengadakan perubahan perbaikan
dalam pengajaran. Supervise adalah member pelayanan pada guru untuk memperoleh
proses blajar mengajar yang lebih efektif. Bila dirasa perlu penilik sekolah
dapat memberikan demonstrasi bagaimana melaksakan suatu metode baru. Seorang
penilik sekolah harus senangtiasa mempelajari kurikulum dan metode pengajaran
modern dan dapat pula menerapkannya. Sebenarnya menjadi hulubalang dalam
modernisasi pendidikan.
5. Reorganisasi pendidikan diadakan bila
sekolah itu ingin merombak seluruh cara mendidik di sekolah dengan menerima
cara yang baru. Hal ini dapat terjadi bila sekolah itu akan menjalankan misalnya
team teaching, non-gradening, metode unit. Hal serupa ini akan jarang terdapat di
Negara kita dewasa ini ,kecuali diadakan dengan eksperimen metode baru,
misalnya pengajaran modul.
6. Eksperimen dan penelitian. Negara tidak
tertutup dengan berbagai macam-macam pembaruan dalam pendidikan. Kemajuan
komunikasi dan transport membuka pendidikan kita bagi berbagai pengaruh di
bagian lain dunia ini. Cirri kemajuan ialah perubahan dan perbaikan juga dalam
bidang pendidikan di sekolah. Penelitian pendidikan belum cukup dilakukan di
Negara ini. Dan biasanya penelelitian
tidak langsung ditetapkan , dan melalui fase-fase yang lama sebelum diterima
secara umum.
Percobaan
perbaikan kurikulum pada hakikatnya terjadi dalam kelas dalam hal ini guru
memegang peranan yang paling utama. Maka guru harus lebih menyadari peranannya
sebagai pengembang kurikulum
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Kurikulum yang riil, bukan sekadar buku pedoman, melainkan segala sesuatu yang dialami anak dalam kelas, ruang olah raga, warung sekolah, tempat bermain, karyawisata, dan banyak kegiatan lainnya, pendek kata mengenai seluruh kehidupan anak sepanjang bersekolah. Mengubah kurikulum dalam arti yang luas ini jauh lebih luas dan dengan demikian lebih pelik, sebab menyangkut banyak variabel. Perubahan kurikulum di sini berarti mengubah semua yang terlibat di dalamnya, yaitu guru sendiri, murid, kepala sekolah, penilik sekolah, juga orang tua dan masyarakat umumnya yang berkepentingan dalam pendidikan sekolah. Dalam hal ini dikatakan bahwa perubahan kurikulum adalah perubahan sosial, curriculum change is social change.
DAFTAR
PUSTAKA
Nasution. 2009. Asas-asas Kurikulum.
Jakarta: Bumi Aksara.
Chasanatin, haiatin.2015.
pengembangan kurikulum. Yogyakarta. Kaukaba Dipantara.
Ragan
William, 1995, Modern elementary curriculum, The Dryden press.
Kementrian
pengajaran dan kebudayaan, 1945, dasar pendidikan dan pengajaran, Jakarta, NV
Harian Masa.
Sanjaya, Wina. 2008. Perencanaan dan
Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
Soetopo dan Soemanto. 1991.
Pembinaan Dan Pengembangan Kurikulum Sebagai Substansi Problem Administrasi Pendidikan
. Jakarta: Bumi Aksar
Soemantri, Hermana. 1993. Perekayasaan Kurikulum. Bandung: Angkasa.
Soemantri, Hermana. 1993. Perekayasaan Kurikulum. Bandung: Angkasa.
Comments
Post a Comment